PRESENTASI I
SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PEMBANGUNAN PETERNAKAN INDONESIA
Orang Jepang :
Sedikit kata, banyak karya, sedikit diskusi, banyak aksi,
Orang Amerika :
Banyak kata, banyak karya, banyak diskusi, banyak aksi,
Orang Indonesia :
Banyak kata, sedikit karya, banyak diskusi, sedikit aksi.
Pembangunan pada hakekatnya adalah usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat di segala bidang baik material maupun spiritual. Namun demikian, seringkali kemajuan yang dimaksud terutama adalah kemajuan material. Sehingga, pembangunan seringkali hanya diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di bidang ekonomi. Hal ini terjadi karena teori pembangunan masih sangat didominasi oleh para ahli ekonomi. Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan, bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang diukur adalah jumlah keseluruhan kekayaan yang dimiliki, atau yang diproduksi oleh sebuah masyarakat, bangsa atau negara setiap tahunnya.
Selain sumber daya alam, teknologi, dan modal, sumber daya manusia (SDM) merupakan unsur pendukung utama dalam proses pembangunan. Bahkan, berbagai fakta membuktikan bahwa SDM berkualitas merupakan unsur yang paling menentukan dalam proses pembangunan. Pengalaman negara - negara industri baru (NEW INDUSTRIAL COUNTRIES) seperti Korea Selatan dan Taiwan, dan negara - negara industri maju (DEVELOPED INDUSTRIAL COUNTRIES) seperti Singapura, Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat, yang sebagian adalah negara yang miskin sumber daya alam, menunjukkan bahwa pertumbuhan pembangunan bersumber pada produktivitas ekonomi masyarakat yang didukung oleh SDM yang berkualitas. Bahwa faktor yang paling menentukan keberhasilan pembangunan suatu bangsa bukanlah kekayaan alam yang dipunyai, melainkan kualitas SDM yang dimilikinya. Atas dasar kenyataan tersebut kemudian banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, menekankan pengembangan SDM sangat diperlukan dalam upaya mewujudkan tujuan - tujuan pembangunannya.
Kualitas SDM
Masalah utama berkaitan dengan kondisi SDM Indonesia saat in adalah kualitas SDM yang terus merosot tingkatannya. Data tentang Human Development Index (HDI) yang disajikan oleh United Nations for Development Program (UNDP) menunjukkan bahwa peringkat kualitas SDM Indonesia tahun 2000 berada pada urutan 109. Jika tidak ada upaya perbaikan, situasi ini akan terus memburuk ke titik yang lebih rendah mengingat sejak tahun 1996 peringkat HDI Indonesia selalu mengalami penurunan. Terakhir pada tahun 1999, HDI Indonesia adalah 105, sementara tahun sebelumnya pada urutan 99. Peringkat HDI tahun 2000 satu tingkat lebih baik daripada Vietnam yang berada pada urutan 110, namun sangat jauh berbeda dengan negara ASEAN lainnya. HDI Singapura berada pada urutan 22, Brunei 25, Malaysia 56, serta Thailand 67, dan Philipina 77. Masalah tersebut tentu saja membutuhkan penanganan yang serius dan mendesak yang tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah semata, melainkan juga seluruh masyarakat Indonesia.
Menurut World Bank (1990) unsur terpenting dalam peningkatan kualitas SDM (Human Resource Development) adalah pelatihan (Trainning dan Pendidikan (Education). Pelatihan adalah kegiatan untuk menambah kemampuan dan keahlian, sedangkan pendidikan dipandang tidak hanya meningkatkan keahlian dan ketrampilan (Psikomotorik), melainkan juga dapat memperbaiki sikap (Afektif) dan menambah pengetahuan (Kognitif) sumber daya manusia, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, di lain pihak dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kualitas, produktivitas, dan ketrampilan SDM yang terlibat dalam pembangunan pertanian umumnya dan peternakan khususnya relatif masih rendah. Untuk sub sektor peternakan tahun 1995 menunjukkan bahwa 2,82 juta orang tenaga kerja, sebanyak 24,2% ternyata tidak pernah mengenyam bangku sekolah, 32% tidak tamat SD, 33,4% tamat SD, 5,6% tamat SLTP, 3,8% tamat SMU, dan hanya 0,7% berpendidikan PT, sedangkan dari penyebarannya terlalu terkonsentrasi di Kawasan Barat Indonesia 91,6% dan sisanya 8,04% di Kawasan Timur Indonesia (Dirjennak, 1997). Tingkat produktivitas tenaga kerja pertanian tahun 1998 sebesar 1,6 juta rupiah / orang / tahun, atau hanya 17% dibandingkan produktivitas tenaga kerja industri yang mencapai 9,5 juta rupiah / orang / tahun (Badan Agribisnis, 1999). Tingkat ketrampilan yang rendah dapat dilihat dari jumlah kelompok tani pemula yang masih mendominasi kelompok tani yang ada. Dari sekitar 55.000 kelompok tani ternak yang ada saat ini, 45% tergolong kelompok tani pemula, tani ternak yang ada saat ini, 45% tergolong kelompok tani pemula, 35% lanjut, 15% madya, sedangkan kelompok tani utama baru 5%. Kondisi ini, masih jauh dari target yang ingin dicapai yaitu kelompok tani pemula dan lanjut diusahakan masing - masing 5% dan 20%, sedangkan kelompok tani madya dan utama masing - masing 50% dan 25%.
Pengembangan SDM sebenarnya tidak hanya sekedar meningkatkan kemampuan saja, tetapi juga menyangkut pemanfaatan kemampuan manusia dalam pembangunan. Indonesia sebenarnya memiliki SDM peternakan potensial yang berkualitas yang dapat dioptimalkan peranannya dalam pembangunan agribisnis peternakan. Mereka adalah para sarjana peternakan dan dokter hewan, master, doktor, Guru Besar (Professor) dan Ahli Peneliti yang banyak tersebar di Perguruan Tinggi, Lembaga Birokrasi, dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) pertanian.
Di Indonesia saat ini terdapat 40 Perguruan Tinggi Peternakan dan Kedokteran Hewan dengan alumni sekitar 4.000 Diploma, Sarjana, Master, dan Doktor setiap tahunnya. Masalahnya, sebagian besar mereka tidak siap mental untuk berkarya sebagai PRAKTISI LANGSUNG di bidang keilmuannya. Sebagai contoh, data survey alumni Faperta IPB 1992 mengungkapkan bahwa hanya 3% alumni yang mau berwirausaha, itupun 20% diantaranya di luar bidang pertanian.
Tuntutan pasar kerja telah membuat banyak sarjana pertanian maupun peternakan terpaksa tidak bekerja pada bidang yang sesuai dengan bidang keilmuan yang ditempuhnya dalam waktu selama 5 tahun berkuliah. Keterbatasan sektor riil dalam menyerap tenaga kerja yang semakin membesar, dan PHK pekerja yang dilakukan banyak perusahaan sebagai akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan telah berperan dalam menggelembungkan jumlah pengangguran sarjana di Indonesia. Dari sejumlah 38,5 juta penganggur di Indonesia tahun 200 sebanyak 1,95 juta adalah penganggur kelompok Perguruan Tinggi. Jumlah ini meningkat sekitar 500 ribu orang setiap tahun (Coba totalkan hingga 2015), karena dari 615.000 orang lulusan Perguruan Tinggi hanya 115.000 orang yang terserap di lapangan kerja. Rendahnya minat sarjana berwirausaha dan ketergantungan mereka terhadap dunia kerja formal merupakan kegagalan dunia pendidikan tinggi dalam membetuk SDM yang memiliki kemandirian, seperti diamanatkan oleh UU tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, peningkatan jumlah pengangguran sarjana juga membuktikan bahwa peningkatan pendidikan tidak berarti peningkatan kualitas SDM, karena tingginya angka pengangguran menyebabkan produktivitas ekonomi nasional menjadi rendah.
Penyandang gelar S2 dan S3 maupun jabatan Guru Besar (Professor) dan Ahli Peneliti Utama (APU) di lingkungan Ilmu Pertanian saat ini sudah mencapay melebihi 50% dimana salah satu bentuk Darma Bakti mereka adalah penelitian. Sayangnya, penelitian - penelitian yang mereka hasilkan masih banyak yang tidak terkait dan sepadan (LINK and MATCH) dengan kebutuhan praktisi dan industri. Akibatnya, selama 70 Tahun pembangunan peternakan di Indonesia, praktisi dan industri peternakan Indonesia masih berperan sebagai "Tukang Jahit" atas sarana produksi, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) impor, bukan "Designer" atas kekayaan alam yang melimpah, dan IPTEK hasil karya putra - putri bangsa Indonesia. Jika akademisi dan peneliti tidak mampu mengadakan penyesuaian diri secara tepat waktu, maka akan terus terjadi kesenjangan (MISMATCH) dengan kehidupan sekitarnya. Kesenjangan ini terjadi karena akademisi dan peneliti dalam kesibukan kesehariannya lebih banyak membenahi dan memikirkan dirinya sendiri, atau terlampau banyak berorientasi pada gambaran diri ideal yang disusun berdasarkan parameter - parameter teoritis semata, serta kurang berorientasi pada kenyataan yang terdapat dalam masyarakat besar yang berada di sekitarnya. Untuk mengurangi kesenjangan ini, akademisi dan peneliti perlu mengenali kenyataan - kenyataan baru yang terdapat di masyarakat (industri dan praktis), dan kemudian mengadakan perubahan - perubahan terhadap sistem yang ada berdasarkan tuntutan - tuntutan lahir dari kenyataan yang baru.
Ciri - ciri Entrepreneur
1. Berani mengambil resiko,
2. Menyukai tantangan,
3. Punya daya tahan yang tinggi,
4. Punya visi jauh ke depan,
5. Selalu berusaha memberikan yang terbaik.
Cara Kreatif mencari IDE dari produk yang sudah ada
BERTANYA PADA DIRI ANDA SENDIRI dan CARI JAWABnya dengan PRAKTEK
1. Bagaimana saya dapat membuat produk itu lebih aman ? Atau lebih bersih ?
2. Bagaimana saya bisa memberikan pelayanan yang lebih cepat ?
3. Bisakah saya membuat produknya di rumah agar lebih murah dan mudah ?
4. Bisakah saya menyuruh orang membuat sebuah produk di rumahnya ?
5. Bisakah produk dibuat lebih nyaman atau lebih murah ?
6. Bisakah dibuat lebih menyenangkan ?
7. Bisakah biaya bahan dan ongkos buruh dihemat agar harga lebih murah ?
8. Bisakah digabung dengan produk lain atau pelayanan ditambah ?
9. Bisakah dibuat lebih otomatis ?
10. Bisakah produk mudah dibuat lebih mudah dikemas, disimpan, dan diangkut ?
11. Bisakah produk dibuat lebih lengkap, mudah dibawa, mudah dipindah, atau dapat langsung dibuang sekali pakai ?
12. Bisakah ukurannya dibuat lebih besar ?
13. Bisakah membuat produk yang mudah digunakan ?
14. Bisakah membuatnya tidak mahal untuk diganti atau digunakan kembali ?
15. Bisakah dibuat lebih mudah untuk dibersihkan atau dipelihara ?
16. Bisakah dibuat lebih menarik atau memikat ?
17. Bisakah dibuat lebih ringan, lebih kuat, lebih tipis, atau mudah dilipat ?
18. Bisakah dibuat lebih kecil ?
19. Bisakah ditambah keistimewaannya ?
20. Bisakah ditambah hiasannya ?
21. Bisakah dipakai bolak - balik ?
22. Bisakah dibuat berfungsi ganda atau multiguna ?
23. Bisakah dikurangi efek sampingnya ?
24. Bisakah desainnya diperbaiki ?
25. Bisakah pemasarannya diperbaiki ?
Membuat OUTLINE Rencana Usaha mengandung
1. Ringkasan Eksekutif (Executive Summary)
2. Latar Belakang Usaha (Company Overview)
3. Produk dan Jasa (Products and Services)
4. Analisis Industri dan Pasar (Industry and Market Analysis)
5. Strategi Pemasaran (Marketing Strategy)
6. Pengembangan (Development)
7. Operasi (Operations)
HAL TERPENTING ketika memulai usaha
1. Hidup sederhana dan simpan sebagian uang untuk usaha,
2. Pelajari bisnis yang diinginkan dengan cara bekerja untuk orang lain dalam bisnis sejenis,
3. Pertimbangkan keuntungan dari memulai bisnis sambilan,
4. Pertimbangkan keuntungan - keuntungan dari mengoperasikan bisnis keluarga,
5. Mengukur secara objektif keahlian calon pebisnis dan latihan persaingan lawan potensial,
6. Memikirkan kontak tambahan untuk membuat biaya supplier yang rendah jika bisnis yang akan dijalankan adalah memproduksi sebuah produk,
7. Adakan tes pasar terhadap produk atau jasa sebelum dimulai atau diperluas,
8. Membuat daftar "for" dan "againts" yang menjelaskan secara spesifik bisnis yang dipertimbangkan,
9. Bertemu dengan banyak orang dalam bisnis yang dikehendaki untuk mendapatkan masukan atau nasihat,
10. Membuat analisis komparatif dari semua peluang yang dipertimbangkan.
HAL TERLARANG ketika memulai usaha
1. Berpikir meninggalkan pekerjaan sebelum menyelesaikan memulai rencana - rencana bisnis,
2. Berpikir memulai sebuah bisnis dalam lingkungan yang tidak disukai,
3. Tangguangan semua aset - aset keluarga. Batasi kewajiban untuk mengantisipasi jumlah tertentu,
4. Bersaing dengan karyawan dalam bisnis sambilan yang dijalankan,
5. Tergesa - gesa dalam memulai bisnis. Di sini tidak ada hukuman karena tertinggal oleh bisnis,
6. Memilih bisnis yang sangat beresiko tinggi. Berjalan dengan hambatan di dua kaki,
7. Memilih bisnis yang harus memiliki harga terendah untuk sukses,
8. Mengabaikan aspek - aspek negatif pada bisnis yang dikehendaki,
9. Memberi izin / ijin pada kepercayaan diri untuk memikul beban lebih berat dari kehati - hatian,
10. Sangat menyanjung konsep atau teori baku sehingga mencegah kenyataan untuk menguji kebenarannya untuk kali pertama berbisnis
Semua
LUKISAN FILOSOFI IDEAL
BISNIS - CINTA - KETERBUKAAN - DIMENSI - HARGA
bisnis berskala teramati dari budaya SANG MAESTRO SEJATI (SMS)
Peran Pemerintah ;
1. Regulation,
2. Service,
3. Extension,
4. Agent of Development.
Peran Swasta ;
1. Subject mulai (Produksi, Budidaya, Penampungan, Pengolahan hingga Pemasaran),
2. Capital Driver (Bisnis yang digerakkan Modal),
3. Penguasa Teknologi Terapan,
SOLUSI BESAR :
"APBN BERFOKUS pada SPESIAL (CIRI KHAS) PRODUK AGROBISNIS INDONESIA"
Misalnya ;
1. Menjadi Negara Penghasil Telur,
2. Menjadi Negara Penghasil Daging,
3. Menjadi Negara Penghasil Susu,
4. Menjadi Negara Penghasil Kulit.
(Pilih Salah Satu saja Jangan Serakah dalam TARGET MAKRO (Nuky Rusianto))
Maka seiring waktu, integritas dan sumbangan sektor lain akan berjalan sesuai kebutuhan mendatang.
Daripada buang waktu Rapat Anggota Perwakilan segera lakukan ;
KAIZENMEIJI = Penyempurnaan Menerus
1. Pengesahan UU Terbaik (Up to Date),
2. Kebijakan yang membela Industri Baru,
3. Hilangkan Mentalitas "PERMINTAAN UPETI" bagi BIROKRASI,
4. Hilangkan GENGSI dalam kekakuan "IDEALISME PEMIKIRAN PARAMETER PERSONAL", artinya "Membudayakan Pejabat ke kantor NGO-NTEL"
SIMPAN MERCIMU,
PARKIRKAN BMWMU,
AYO MACUL,
MAJU JALAN "INDONESIAKU"